Pemanfaatan Produk Samping Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan

PENDAHULUAN

Sebagai bangsa yang besar dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa, Indonesia menghadapi masalah energi yang cukup mendasar. Sumber energi yang tidak terbarukan (non-renewable) tingkat ketersediaannya semakin berkurang. Sebagai contoh, produksi minyak bumi Indonesia yang telah mencapai puncaknya pada tahun 1977 yaitu sebesar 1.7 juta barel per hari terus menurun hingga tinggal 1.125 juta barel per hari tahun 2004. Di sisi lain konsumsi minyak bumi terus meningkat dan tercatat 0.95 juta barel per hari tahun 2000, menjadi 1.05 juta barel per hari tahun 2003 dan sedikit menurun menjadi 1.04 juta barel per hari tahun 2004 (Tabel 1).

Tahun

Produksi (juta barel/hari)

Konsumsi (juta barel/hari)

2000

1.4

0.9446

2001

1.3

0.9632

2002

1.2

0.9959

2003

1.1

1.0516

2004

1.125

1.0362


Sumber: Media Indonesia, 8 September 2004 dan Kompas, 27 Mei 2004.

Indonesia yang semula adalah tergolong net-exporter di bidang bahan bakar minyak (BBM), sejak tahun 2000 telah menjadi net importer jika produksi minyak mentah Indonesia dikurangi dengan bagian kontraktor asing sebesar 35% produksi. Pada tahun 2003, impor bersih BBM Indonesia mencapai 0.336 juta barel per hari atau sedikit lebih kecil dari produksi bagian kontraktor asing. Impor bersih ini diperkirakan akan terus meningkat dengan semakin menurunnya produksi ladang-ladang minyak Indonesia dan meningkatnya konsumsi minyak penduduk Indonesia.Dalam upaya mengatasi masalah defisit energi tersebut, pengembangan sumber energi terbarukan merupakan suatu keharusan. Terhadap tuntutan ini, industri kelapa sawit mempunyai potensi kontribusi yang sangat besar. Produk utama kelapa sawit yaitu minyak sawit (CPO) kini sudah mulai dikembangkan sebagai sumber energi terbarukan dengan memprosesnya menjadi biodiesel, seperti yang sudah dikembangkan di Malaysia. Produk samping kelapa sawit seperti cangkang dan limbah pabrik CPO juga potensial sebagai sumber biomassa yang dapat dikonversi menjadi energi terbarukan. Alternatif ini memiliki beberapa kelebihan. Pertama, sumber energi tersebut merupakan sumber energi yang bersifat renewable sehingga bisa menjamin kesinambungan produksi. Kedua, Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit sehingga ketersediaan bahan baku akan terjamin dan industri ini berbasis produksi dalam negeri. Ketiga, pengembangan alternatif tersebut merupakan proses produksi yang ramah lingkungan. Keempat, upaya tersebut juga merupakan salah satu bentuk optimasi pemanfaatan sumberdaya untuk meningkatkan nilai tambah.Sejalan dengan hal tersebut, maka dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pemanfaatan produk samping sawit (PSS) sebagai sumber energi terbarukan. Pembahasan difokuskan pada potensi secara empiris produk samping kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan. Di samping itu, teknologi yang sudah berkembang serta status penguasaan teknologi Indonesia dalam hal produk samping kelapa sawit sebagai sumber energi dibahas secara ringkas di bagian akhir tulisan ini.


PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN

Potensi Produk Samping Sawit sebagai Sumber Energi Terbarukan

Kebun dan pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah padat dan cair dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara optimal. Serat dan sebagian cangkang sawit biasanya terpakai untuk bahan bakar boiler di pabrik, sedangkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang jumlahnya sekitar 23% dari tandan buah segar yang diolah, biasanya hanya dimanfaatkan sebagai mulsa atau kompos untuk tanaman kelapa sawit (Goenadi et al., 1998). Pemanfaatan dengan cara tersebut hanya menghasilkan nilai tambah yang terendah di dalam rangkaian proses pemanfaatannya.
















Gambar 1. Kesetaraan biomassa dan energi dalam proses pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit


Proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 1. Dari 1 ton TBS yang diolah dapat diperoleh CPO sebanyak 140 – 220 kg. Proses ini membutuhkan energi sebanyak 20–25 kWh/t dan 0.73 ton steam (uap panas). Proses pengolahan ini akan menghasilkan limbah padat, limbah cair dan gas. Limbah cair yang dihasilkan sebanyak 600–700 kg POME (Palm Oil Mill Effluent). Limbah padat yang dihasilkan adalah serat dan cangkang sebanyak 190 kg dan 230 kg TKKS segar (kadar air 65%). Selain itu juga dihasilkan limbah emisi gas dari boiler dan incenerator (Lacrosse, 2004).


Potensi energi yang dapat dihasilkan dari produk samping sawit dapat dilihat dari nilai energi panas (calorific value). Nilai energi panas (calorific value) dari beberapa produk samping sawit ditunjukkan pada Tabel 2. Produk samping yang memiliki nilai energi panas tinggi adalah cangkang dan serat. Cangkang dan serat (fibre) dimanfaatkan sebagian besar atau seluruhnya sebagai bahan bakar boiler PKS. Produk samping yang lain belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi. TKKS yang juga memiliki nilai energi panas cukup tinggi saat ini banyak dimanfaatkan sebagai mulsa atau diolah menjadi kompos. Sebagian PKS masih membakar TKKS dalam incinerator untuk mengurangi volume limbah TKKS, walaupun sudah dilarang sejak tahun 1996.


Tabel 2. Nilai energi panas (calorific value) dari beberapa produk samping sawit (berdasarkan berat kering).


Rata-rata calorific value (kJ/kg)

Kisaran (kJ/kg)

TKKS

18 795

18 000 – 19 920

Serat

19 055

18 800 – 19 580

Cangkang

20 093

19 500 – 20 750

Batang

17 471

17 000 – 17 800

Pelepah

15 719

15 400 – 15 680


Sumber: Ma et.al. (2004)


TKKS adalah limbah biomassa yang potensial sebagai sumber energi terbarukan. TKKS dapat digunakan sebagai bahan bakar generator listrik. Sebuah PKS dengan kapasitas pengolahan 200_000 ton TBS/tahun akan menghasilkan seba-nyak 44_000 ton TKKS (kadar air 65%)/tahun. Nilai kalor (heating value) TKKS kering adalah 18.8 MJ/kg, dengan efisiensi konversi energi sebesar 25%, dari energi tersebut ekuivalen dengan 2.3 MWe (megawatt-electric). TKKS dapat juga dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas walaupun proses pengolahannya lebih sulit daripada biogas dari limbah cair.


Di samping itu, limbah padat dapat juga diproses menjadi briket arang sebagai sumber energi terbarukan. Dengan teknologi yang relatif sederhana, pemanfaatan limbah padat menjadi briket arang merupakan suatu pilihan yang sangat realistis dan prospektif.


Menurut Loebis dan Tobing (1989), limbah cair PKS berasal dari air kondensat rebusan (150–175 kg/ton TBS), air drab (lumpur) klarifikasi (350–450 kg/ton TBS) dan air hidroksiklon (100-150 kg/ton TBS). PKS dengan kapasitas olah 30 ton TBS/jam menghasilkan limbah cair sebanyak 360–480 m3 per hari dengan konsentrasi BOD rata-rata sebesar 25_000 mg/l. Limbah cair tidak dapat dibuang langsung ke perairan, karena akan sangat berbahaya bagi lingkungan. Saat ini umumnya PKS menampung limbah cair tersebut di dalam kolam-kolam terbuka (lagoon) dalam beberapa tahap sebelum dibuang ke perairan. Secara alami limbah cair di dalam kolam akan melepaskan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Gas-gas tersebut antara lain adalah campuran dari gas methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Kedua gas ini sebenarnya adalah biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Potensi biogas yang dapat dihasilkan dari 600–700 kg POME kurang lebih mencapai 20 m3 biogas (Lacrosse, 2004). Penelitian pemaanfaatan POME untuk menghasilkan biogas saat ini menjadi perhatian banyak pihak. Selain sebagai sumber energi, teknologi biogas ini juga dapat mengurangi dampak emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan.


Potensi Indonesia untuk Memanfaatkan Produk Samping Sawit untuk Energi


Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam memanfaatkan produk samping sawit sebagai sumber energi. Seperti diketahui, kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditi yang mengalami perkembangan yang terpesat. Pada era tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an, industri kelapa sawit berkembang sangat pesat. Pada periode tersebut, areal meningkat dengan laju sekitar 11% per tahun. Sejalan dengan perluasan areal, produksi juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Konsumsi domestik dan ekspor juga meningkat pesat dengan laju masing-masing 10% dan 13% per tahun. Pada awal tahun 2001–2004, luas areal kelapa sawit dan produksi masing-masing tumbuh dengan laju 3.97% dan 7.25% per tahun, sedangkan ekspor meningkat 13.05% per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2005). Sampai dengan tahun 2020, industri kelapa sawit Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh, walau dengan laju pertumbuhan yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan periode sebelum tahun 2000. Sampai dengan tahun 2010, produksi CPO diperkirakan akan meningkat antara 5%–6%, sedangkan untuk periode 2010–2020, pertumbuhan produksi diperkirakan berkisar antara 2%–4% (Susila, 2004).


Pertumbuhan produksi CPO berarti pula peningkatan ketersediaan produk samping sawit yang antara lain bersumber dari TBS. Seperti terlihat pada Gambar 2, produksi TBS diperkirakan akan terus meningkat dan mencapai sekitar 83 juta ton pada tahun 2020, sehingga dapat dihasilkan 17 ton CPO. Volume tersebut merupakan sumber produk samping yang sangat besar untuk menghasilkan energi



Gambar 2. Grafik Perkembangan dan Proyeksi Produksi CPO Indonesia 2000/2010.


Volume produksi CPO tersebut dihasilkan dari 205 pabrik kelapa sawit yang sebagian besar berlokasi di Sumatera (177 pabrik), dan lainnya di Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Sebagai ilustrasi, produksi TBS Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan sebesar 53_762 juta ton TBS. Produksi ini akan terus meningkat dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 64_000 juta ton TBS. Dari produksi TBS tahun 2004 dapat diperkirakan produksi POME sebanyak 32_257 – 37_633 juta ton dan TKKS sebanyak 12_365 juta ton. Jumlah ini sangat melimpah dan berpotensi besar sebagai sumber energi terbarukan.


Potensi produksi biogas dari seluruh limbah cair tersebut kurang lebih adalah sebesar 1075 juta m3. Nilai kalor (heating value) biogas rata-rata berkisar antara 4700–6000 kkal/m3 (20–24 MJ/m3) (CTL, 2004). Dengan nilai kalor tersebut 1075 juta m3 biogas akan setara dengan 516_000 ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666.5 juta liter minyak tanah, dan 5052.5 MWh listrik. TKKS juga memiliki potensi energi yang besar sebagai bahan bakar generator listrik. TKKS sebanyak 12_365 juta ton berpotensi menghasilkan energi sebesar 23_463.5 juta MWe.


Alternatif lain pemanfaatan limbah padat kelapa sawit yang paling sederhana untuk Indonesia adalah menjadikannya briket arang. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki sifat tersebut dengan cara pemadatan melalui pembriketan, pengeringan dan pengarangan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah merancang bangun paket teknologi untuk produksi briket arang dari limbah sawit, baik tandan kosong maupun cangkang sawit.


Pada dasarnya ada dua metode pembuatan briket arang, yaitu (i) bahan baku-penggilingan-pengayakan-pembriketan-pengarangan, dan (ii) bahan baku-pengarangan-penggilingan-pengayakan-pembriketan. Untuk limbah sawit ternyata metode kedua lebih sesuai untuk menghasilkan briket arang yang bermutu tinggi.


TKKS dan cangkang sawit memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga untuk proses pengarangannya juga memerlukan tungku yang berbeda. Untuk TKKS, proses pengarangan lebih sesuai dilakukan dalam tungku vertikal, sedangkan untuk cangkang sawit lebih baik dilakukan proses pengarangan pada tungku horisontal. Rendemen yang dihasilkan dari proses pengarangan tersebut adalah 25–30%.


Proses pembriketan limbah sawit dapat dilakukan dengan mesin pembriket tipe ulir dengan kapasitas 1 ton per hari. Mesin ini menghasilkan briket arang berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan panjang 10–30 cm. ukuran ini sesuai dengan briket arang komersial yang dibuat dari serbuk gergaji. Briket arang sawit memiliki keunggulan yaitu permukaannya halus dan tidak meninggalkan warna hitam apabila dipegang.


Karakteristik briket arang yang terbuat dari TKKS dan cangkang sawit sangat berbeda, seperti yang terlihat pada Tabel 3. Briket arang TKKS memiliki kadar abu yang lebih tinggi, sedangkan kadar kalor dan karbon terikatnya lebih rendah. Ditinjau dari segi kalor, kedua briket arang tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk briket arang kayu yaitu minimal 5000 kalori/gram.


Tabel 3. Karakteristik Briket Arang dari TKKS dan Cangkang Sawit


No

Karakteristik

Briket arang tandan kosong sawit

Briket arang cangkang sawit

1

Kadar air, %

9.77

8.47

2

Kadar abu, %

17.15

9.65

3

Kadar zat terbang, %
(volatile matter)

29.03

21.10

4

Kadar karbon terikat, %
(fixed carbon)

53.82

69.25

5

Keteguhan tekan, kg/cm2

2.10

7.82

6

Nilai kalor, kal/g

5_578.00

6_600.00




Perkembangan Teknologi Energi Terbarukan dari Produk Samping Sawit


Potensi biomassa dari produk samping sawit sebagai sumber energi terbarukan mulai dikembangkan di beberapa negera produsen sawit utama. Malaysia sebagai salah satu negera produsen CPO utama telah mengembangkan teknologi produksi biogas dari POME. Dari sisi teknologi Malaysia lebih maju daripada Indonesia dalam mengembangkan teknologi ini. Sejak tahun 2001 Malaysia melaksanakan program pengembangan energi terbarukan yang disebut dengan Small Renewable Energy Programe (SREP) (Yeoh, 2004). Salah satu energi terbarukan yang dikembangkan dalam program ini adalah pengembangan biogas dari POME (Ma et al, 2003). Saat ini mereka telah berhasil mengembangkan bioreaktor untuk produksi biogas dari POME. Bumibiopower (Pantai Remis) Sdn. Bhd. adalah salah satu perusahaan di Malaysia yang melaksanakan proyek untuk mengembangkan pabrik produksi biogas dari POME (Mitsubishi Securities, 2004). Pabrik ini direncanakan akan mengolah POME dari salah satu pabrik kelapa sawit yaitu Pantai Remis Paml Oil Mill. Biogas yang dihasilkan juga akan digunakan untuk generator listrik dengan kapasitas 1 MW – 1.5 MW.


COGEN bekerjasama dengan ASEAN melaksanakan proyek pengembangan energi terbarukan dari limbah biomassa sebanyak 8 proyek ( 3 proyek di Thailand, 3 proyek di Malaysia, dan 2 proyek di Singapura). Proyek ini memanfaatkan limbah biomassa, salah satunya adalah TKKS, sebagai bahan bakar generator listrik. Proyek pemanfaatan TKKS sebagai bahan bakar listrik dilaksanakan oleh TSH Bio Energy Sdn Bhn di Sabah, Malaysia. Kapasitas listrik yang dihasilkan adalah sebesar 14 MW (Lacrosse, 2004).


Pengembangan produk samping sawit sebagai sumber energi terbarukan masih tertinggal dibandingkan negera-negara lain. Menurut Abdullah (2004) dari total potensi biomassa (TKKS termasuk di dalamnya) sebesar 178 MWe baru sekitar 0.36% yang dimanfaatkan. Melalui Kep.Men. No. 1122 K/30/MEM/2002 tentang Distribusi Pembangkit Listrik Skala Kecil, Indonesia mulai mengembangkan energi terbarukan. Tahun 2005 Indonesia mendapatkan bantuan sebesar $ US 500.000 dollar dari ADB (Bank Pembangunan Asia) untuk mengembangkan energi terbarukan dari limbah cair kelapa sawit (Kompas, 27 Desember 2004).

0 komentar:

Posting Komentar

Sponsored KB

Sponsors

Sponsored

Welcome

Welcome alias selamad datang di go-Blog yg sederhana ini, semoga isi, luar dalem, kanan kiri, atas bawah, samping sebelah, depan belakang, bisa bermanfangat bagi pembaca / pengunjung sekaligus. Semua yang ada di g0-Blog ini, tak luput dari pengalaman si pembuat profil dan hasiL Copy paste dari Blog Blog yang postingannya menarik. Bukan maksud mengCopas, tp dengan maksud bisa menyebarkan lagi lebih luar ke masyarakat tentang artikel artikel didalamnya.

Selamat melihat - lihat. Thx.

Cari di Blog ini

Recomended

Followers

Total Tayangan Halaman